Harga Kedelai Mahal, Ratusan Produsen Tahu Tempe di Sidoarjo Jatim Mogok Produksi

Sekitar 500 produsen tahu dan tempe di Sidoarjo Jawa Timur mogokproduksi mulai Senin (21/2/2022) hingga tiga hari ke depan. Mogok produksi tersebut karena hargakedelai terlalu tinggi. Melalui aksi itu, mereka berharap masyarakat bisa paham dan pemerintah bisa mengambil kebijakan terkait kondisi yang sedang terjadi.

"Harga kedelai yang menjadi bahan baku utama produksi tahu dan tempe terus naik. Sekarang sudah mencapai Rp 11.000 per kilogram. Kami tidak sanggup kalau seperti ini terus," keluh Farid, satu dari sekian banyak produsen tahu di Sidoarjo. Ketika hargakedelai tinggi, mencapai Rp 11.000 hingga Rp 11.500, produsentahudantempe jelas tidak bisa mendapat apa apa. Karena mereka juga kesulitan menaikkan harga jual tahu tempe ke pasar tradisional. "Harga produksi tinggi, sementara harga jual sulit naik. Jelas kami tidak mampu," lanjut produsen tahu yang beroperasi di kawasan Sepande, Kecamatan Candi, Sidoarjo tersebut.

Dia menceritakan, biasanya memproduksi sekira 3,5 kwintal tahu dan tempe yang dipasarkan setiap hari di sejumlah pasar tradisional di Sidoarjo dan Surabaya. Angka itu juga terhitung sudah jauh menurun dibanding tahun tahun sebelumnya yang biasanya dia produksi sampai sekira 5 kwintal. "Selain karena persaingan yang semakin ketat, hargakedelai yang terus naik juga menjadi salah satu penyebab," ujarnya.

Diceritakannya, hargakedelai terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 lalu, hargakedelai di angka Rp 7.000 perkilogram. Kemudian tahun 2021 naik jadi Rp 9.200 perkilonya. Sekarang melambung sampai menembus Rp 11.000 perkilogram. Kondisinya itulah yang membuat para produsentahudantempe meradang, sehingga memutuskan untuk mogokproduksi.

Harapannya pemerintah bisa segera menurunkan hargakedelai di pasaran. Sehingga kami bisa kembali melanjutkan usaha ini, tidak merugi," harapnya. Akibat aksi mogokproduksi ini, kondisi tahu dan tempe di pasaran pun menjadi langga. Karena produsentahudantempe di Sidoarjo merupakan produsen yang menyuplai kebutuhan tahu tempe di berbagai wilayah. Termasuk Sidoarjo sendiri, Surabaya,Pasuruan dan sekitarnya.

Bahkan, kondisi itu juga terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia. Menurut Sukari, Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Karya Mulya Sepande, aksi mogokproduksi ini digelar serentak se Indonesia. "Di Sidoarjo ada tiga Kopti. Yakni Kopti Karya Mulya yang menaungi 268 produsen, Kopti Bakti Makmur Taman menaungi 200 produsen, dan Kopti Sumber Rejeki Jabon 100 produsen. Semuanya kompak mogokproduksi," ungkap Sukari. Aksi mogokproduksi oleh para pelaku usaha di bidang pembuatan tahu dan tempe ini bukan kali pertama.

Sebelumnya, di tahun 2010 dan 2020 mereka juga melakukan aksi yang sama ketika hargakedelai melambung tingi. Sukari menyebut, tren hargakedelai terus mengalami kenaikan karena pemerintah tidak bisa mengendalikan mekanisme pasar kedelai. Apalagi lebih dari 99 persen kedelai di pasar Indonesia merupakan kedelai impor dari luar negeri.

"Kebutuhan kedelai di Indonesia itu mencapai kisaran tuga juta ton per tahun. Sedangkan petani dalam negeri hanya mampu memenuhi 300 500 ton per tahun. Kondisi itu diserahkan ke pedagang swasta dan bergantung pada mekanisme pasar," jelasnya. Karenanya, dia bersama para produsentahutempe di Sidoarjo mendorong agar pemerintah bisa melakukan intervensi terhadap harga jual kedelai. Sehingga hargakedelai bisa dikendalikan, tidak terus melambung tinggi seperti sekarang ini.

"Menurut kami, pemerintah harus mengambil kebijakan strategis. Supaya kedelai bisa turun harganya. Harus di bawah Rp 10.000 perkilogram, supaya produsentahudantempe tidak merugi," urainya. Sukari juga berharap, agar pemerintah memberikan subsidi sebagai alternatif solusi. Karena untuk menurunkan hargakedelai sampai di bawah Rp 10.000 perkilo dalam waktu dekat juga dirasa cukup sulit.

Subsidi yang dibutuhkan agar produsen tetap bisa bertahan paling tidak diberikan dalam kurun waktu 3 4 bulan ke depan. Sebab, kedelai impor dari Amerika, Brazil, dan lainnya butuh waktu untuk bisa dipasok ke Indonesia. "Proses dan teknis mengucuran subsidinya bagaimana, tentu pemerintah lebih paham. Namun yang jelas, subsidi bisa membantu kami melewati masa masa sulit ini," kata dia.

Sukari juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berkali kali audiensi dengan pemerintah, namun tetap saja hargakedelai naik terus. Karena memang mayoritas kedelai di pasaran merupakan impor, jadi bergantung harga komoditas di negara asalnya.